Namun beberapa saat kemudian, Veri memelukku kembali. Tangannya  menjelajahi tubuhku sementara bibirnya memagut-magut bibirku. Oh,  nikmatnya dicumbu olehnya. Saya tentunya tak mau kalah, kubalas rabaan  dan ciumannya. Kami bergumul dengan penuh nafsu.
"Oh,  Veri, aku sayang kamu," desahku, membelai-belai rambutnya. Dan Veri  membalasnya dengan sebuah ciuman lagi.
Tangan  Veri menjelajahi tubuhku, di bawah kaosku. Jari-jarinya sibuk  memain-mainkan putingku. Saya keblingsatan karena putingku sensitif  sekali. Semenit kemudian, kaosku terlepas dari tubuhku sehingga aku  benar-benar telanjang bulat di dalam dekapan Veri. Aku hanya memakai  kaos kaki saja, tapi tentunya kaos kaki tak sanggup menutupi  ketelanjangan tubuhku. Kontolku sendiri sudah tegak berdiri, basah  dengan precum.
"Wah sudah telanjang bulat,"  desah Veri, semakin terangsang melihatku.
Tangannya  yang terampil langsung bergerilya menuruni punggungku dan bergerak  menuju anusku. Jari-jarinya kemudian sibuk memain-mainkan lubang anusku.  Aku hanya bisa mendesah diperlakukan seperti itu. Sepanjang saya  mengenal pria homoseksual, Veri-lah pria pertama yang suka dengan  "finger-fuck" atau "sodomi jari". Pria-pria lain yang kukenal menolak  dengan alasan kebersihan. Kembali pada ceritaku, Veri dengan bersemangat  menyodomi anusku dengan jarinya. Jari itu nampak ahli sekali. Entah  sudah berapa banyak anus yang pernah dimainkan jarinya, tapi saya  beruntung bisa merasakan kenikmatan itu.
"Oohh..  Oohh.." desahku, keenakan.
Jari telunjuk Veri  keluar-masuk dengan irama cepat membuatku serasa benar-benar disodomi.  Sesekali Veri berhenti hanya untuk membasahi jarinya dnegan air, lalu  kembali menyodomiku. Ah, Veri memang jago sekali membuat pria gay bottom  sepertiku melayang-layang ke langit ke tujuh. Hanya dengan jari  telunjuknya saja, saya sudah teler dengan nafsu, apalagi jika dia  benar-benar menyodomiku dnegan batangnya. Wah, tak terbayangkan  nikmatnya. Sementara itu, saya kembali menghisap kontol Veri. Precum  kembali mengalir keluar dari kontolnya, kujilat habis tak bersisa.  Rasanya licin di lidah dan agak asin. Enak sekali. SLURP!
"Hhoohh.."  desahku lagi saat jari Veri masuk lebih dalam lagi ke dalam anusku.
"Kamu  bawa kondom?" tanya Veri dan aku menggeleng.
Veri  melepaskan jarinya dan mulai memposisikan tubuhku sedemikian rupa  sehingga aku siap disodomi olehnya. Kurasakan kontolnya mengetuk-ngetuk  lubang pembuanganku. Aku menopang tubuhku di atas pangkuan Veri dan  menurunkan pantatku pelan-pelan. Aahh.. Tapi ukuran batang kejantanan  Veri, meski tidak raksasa, namun cukup besar untuk anusku. Dan akibat  tak adanya kondom dan pelumas membuat penetrasi semakin sulit. Berulang  kali kami mencoba namun gagal.
"Kamu berbaring  saja," kata Veri.
Aku membaringkan tubuhku yang  telanjang bulat di pojokan bangku mobil Veri. Sebenarnya aku tidak  benar-benar berbaring karena badanku masih setengah duduk tapi juga  hampir berbaring. Kuposisikan tubuhku sedemikian rupa agar anusku  terekspos. Kurasakan udara AC mobil yang agak dingin menyapa anusku dan  membuatnya berkedut-kedut. Oohh.. Kurasakan jari tangan Veri kembali  menusuk-nusuk anusku. Nikmat sekali. Tangan Veri memang lebih besar  dibanding dengan tanganku yang imut. Jarinya pun terasa besar. Saat jari  itu menembus masuk.. BLES! Saya merasa seolah-olah batang  kejantanannyalah yang sedang beraksi. Untuk sesaat, saya lupa dan  membayangkan bahwa Veri sedang mneyodomiku. Aahh.. Nikmat sekali.  Kupejamkan mataku dan kunikmati irama sodokannya sampai akhirnya saya  membuka mataku dan bertanya..
"Itu jarimu atau  batangmu?" Suaraku agak parau, masih terhanyut nafsu birahi.
"Jariku,"  jawabnya sambil tersenyum mesum padaku.
Saya  agak kecewa karena saya mengharapkan bahwa benda yang sedang beraksi di  dalam anusku adalah batangnya. Tapi di sisi lain, saya merasa sangat  puas karena saya sangat menikmati permainan jarinya itu sampai-sampai  saya terkecoh. Veri sungguh pria yang sangat terampil dalam hal seksual.  Tanpa dapat ditahan, saya memikirkan pria-pria yang pernah diajaknya  bersetubuh dan saya menjadi agak cemburu. Tapi semua tak berarti lagi  karena sekarang Veri bersamaku, dan bukan bersama mereka.
Veri  tetap menyodomiku dengan jarinya, sementara mulutnya dengan lapar  menciumiku. Kami berciuman selama beberapa saat, saling memagut-magut  dan bertukar liur. Bagaikan es yang dipanggang, saya mencair dalam  pelukan dan cumbuannya. Saya merasa sangat rapuh dan telanjang tapi  sekaligus juga merasa sangat aman, dicintai, d an diinginkan. Hatiku  berdebar saat Veri menyentuh-nyentuh tubuhku, mengagumi setiap lekukan.
Dengan  lembut tapi juga bertenaga, Veri mengangkatku dan meletakkan tubuhku di  bangku tengah. Tentunya sebelumnya sandarannya telah diturunkan  terlebih dahulu. Kubiarkan Veri menikmati dan menelan ketelanjangan  tubuhku dengan matanya. Kegelapan malam tak membuatnya mengurungkan  niatnya untuk menggamati tekstur kulitku. Dengan cahaya dari HP-nya,  Veri menerangi tubuhku dan menjelajahinya. Ini pertama kalinya saya  bertemu dengan pria yang sangat memuja tubuhku dan sekaligus  menyayangiku. Veri memang belum mengatakan bahwa dia menginginkanku dan  mencintaiku namun saya dapat merasakannya. Saat Veri memeluk tubuhku  erat-erat, kurasakan debar jantungnya seakan-akan mengatakan padaku  bahwa dia mencintaiku.
Karena tak tahan dengan  rangsangan yang diberikan Veri, saya bermasturbasi dan memaksa diriku  untuk ngecret secepatnya. Namun semakin saya mendesak diriku, semakin  lama orgasme itu sampai. Kurasa, penyakitku kambuh; saya memang susah  ngecret jika sedang bersama orang lain. Karena saya gugup, mungkin.  Bermenit-menit telah berlalu namun saya tak kunjung ngecret juga. Veri  sampai heran melihatku.
"Kok belum  keluar-keluar juga?"
"Gak tau. Gugup mungkin," jawabku,  frustasi.
Kupercepat kocokanku sambil  memfokuskan pikiranku pada hal-hal yang berbau orgasme. Kubayangkan Veri  sedang menyodomiku habis-habisan samai dia ngecret dan mmebanjiri isi  perutku, lagi, lagi, dan lagi. Tapi hal itu tidak manjur; saya masih  saja kesulitan mendaki puncak orgasme. Sementara itu, Veri memakai  pakaiannya kembali. Dia tak tahan dingin. Sebenarnya agak janggal bagiku  mengingat tubuh Veri lebih besar, gagah, dan tegap dibandingkan tubuhku  yang langsing.
Seharusnya akulah yang tak  tahan dingin. Dan sebenarnya aku agak kecewa karena saya sangat  menikmati pemaandangan telanjang dari tubuhnya. Namun saya tak mau  memaksanya; saya kasihan padanya. Meskipun kini dia berpakaian lengkap,  bagiku, Veri tetap nampak seksi dan merangsang. Dan aku mulai jatuh  cinta padanya. Yang kurasakan pada saat itu tidak hanya nafsu saja, tapi  juga ada cinta yang tulus. Veri nampak sempurna di mataku. Dia sama  sekali tidak tua walaupun umurnya terpaut 6 tahun lebih tua dibanding  saya. Walaupun badannya biasa-biasa saja, di mataku, Veri nampak gagah,  seksi, merangsang, dan sangat menggairahkan. Dan meskipun dia  terus-menerus merokok seperti lokomotif, saya juga tidak keberatan. Aku  benar-benar telah jatuh cinta padanya..
Kulihat  Veri membasahi jarinya dengan air dari botol minumannya. Dia  bersiap-siap untuk kembali menyerang anusku. Sengaja kukangkangkan  kakiku lebar-lebar sambil menatap wajahnya yang tampannya itu.
"Aahh.."  desahku saat jarinya mengklaim lubang pantatku kembali. Jari itu  meluncur masuk tanpa halangan yang berarti.
"Hhoohh..  Hhoohh.." Tanagnku tetap sibuk mengocok batangku.
Kehadiran  jari Veri di duburku menambah intensitas rangsangan; saya menjadi lebih  bergairah. Tiba-tiba kurasakan orgasmeku mendekat dengan cepat seiring  dengan semakin cepatnya irama sodokan jarinya.
"Aahh..  Aahh.."
"Mau tambah jari?" tanya Veri, menikmati geliat  tubuhku yang sedang menahan kenikmatan.
"Iya," jawabku,  terengah-engah.
Dan sebuah jari lain masuk.  Jadi, sekarang ada 2 jari Veri yang sedang asyik membor anusku. Oohh..  Nikmatnya tak terkatakan. Kubiarkan nafsu dan gairah mengontrol diriku.  Aku sama sekali tak malu mempertontonkan tubuhku, ketelanjanganku, dan  gairahku di hadapan Veri.
"Aarrggh!!" erangku.  Tiba-tiba saja rasa sakit datang dari anusku, terjadi saat Veri memutar  jarinya. Tapi rasa sakit itu membawa kenikmatan tersendiri.
"Hhooh..  Aahh.. Hhoohh.." desahku, penuh gairah, tetap mengocok kontolku.
"Aarrgghh!!"  erangku lagi saat Veri kembali memutar jarinya. Dan aku tahu bahwa aku  sudah tak dapat lagi menahan orgasme ini.
"Oohh.. Veri.. Mau  keluar.. Hhohh.." Buru-buru, Veri mengambil beberapa helai kertas tissue  dan menyiapkannya di dekat batang kemaluanku. Ah, orgasmeku pun tiba..
"Aarrgghh!!  Oohh!! Uugghh!! Hhoohh!!" Seperti gunung berapi, kontolku  berdenyut-denyut dan mengalirkan sperma kental. Ccrroott!! Ccrroott!!  Ccrroott!! Dengan sigap, Veri menahan aliran pejuhku dengan tissue.  Tubuhku menggeliat-geliat, menikmati setiap detik dari orgasme yang  kurasakan.
"Hhoohh.." Nikmat sekali. Saat semuanya usai, Veri  menatapku dengan penuh cinta.
Matanya begitu  indah meskipun agak susah untuk melihatnya karena gelap. Veri merebahkan  tubuhnya di atas tubuhku dan memelukku. Kami berpelukkan dan  berpegangan selama beberapa saat. Duniaku terasa indah karena Veri telah  memasukinya. Memang benar duniaku baru saja hancur berantakan karena  ditinggal oleh aan tapi Veri datang membawa harapan baru; sebuah harapan  bahwa saya masih berharga dan istimewa. Pelukannya sungguh hangat dan  menenangkan.
Saya hampir meneteskan air mata  kebahagiaan tapi kutahan karena tak mau Veri melihatnya. Kupeluk  tubuhnya yang hangat itu dan kuelus-elus rambut serta punggungnya. Dalam  hati, saya berharap semoga Veri juga merasakan hal yang sama karena aku  tak mau kehilangan pria sebaik dia di tangan pria atau wanita lain. Aku  ingin menjadi miliknya seutuhnya dan aku juga ingin agar Veri menjadi  milikku.
Dibandingkan para mantanku, Veri  sangat memanjakanku. Saat aku ingin berpakaian, Veri malah memakaikan  pakaianku. Aku merasa sangat dimanjakan dan diperhatikan. Dengan penuh  kasih sayang, Veri membantuku mengenakan kembali celana dalamku, celana  panjangku, kaosku, dan juga sepatuku. Setelah semuanya beres, Veri  membopongku dan memindahkanku ke bangku depan. Aku jadi merasa tidak  enak, tapi Veri hanya menjawab..
"Karena kamu  spesial, kamu pantas untuk dimanjakan." Astaga, pria ini sungguh  romantis dan perhatian. Ini benar-benar kencan yang paling berkesan.
Kencan  kami dilanjutkan sambil makan. Kami singgah di A&W sebentar. Aku  dibelikan nasi dan ayam goreng sementara Veri cuma ngopi. Sebenarnya  saya merasa tidak enak hati karena seolah-olah saya telah menyusahkannya  tapi kata Veri dia ingin makan di rumah saja. Saat saya makan, Veri tak  habis-habisnya menatapku. Tapi sesekali dia harus mengalihkan  pandangannya ke tempat lain agar orang tidak mencurigai kami sebagai  pasangan gay. Wajahku memerah setiap kali aku mendapatinya sedang  menatapku. Kami berbincang-bincang dan aku tahu sedikit banyak tentang  dia. Kata Veri, aku mirip tokoh film Everwood yang bernama Ephram.  Walaupun malam itu sangat berkesan bagiku, tapi kami harus pulang.
Di  tengah perjalanan, di luar dugaan, Veri menanyakan sesuatau yang sangat  mengejutkanku..
"Maukah.. Maukah kamu jadi  pacarku?" Nampaknya Veri gugup sekali tapi saya senang dia 'melamarku'.  Dan jawabanku tentu saja ya.
Kami berhenti  sejenak hanya untuk saling berpelukan dan berciuman. Hatiku  berbunga-bunga. Tak kusangka, ternyata Veri merasakan hal yang sama. Dan  sejak malam itu, saya tak lagi sendiri. Saya dapat merasakan bahwa  Veri-ku adalah pria yang sangat istimewa. Dialah harapan baruku dan  hidup baruku. Kini di hatiku hanya ada Veri seorang dan untuknya akan  kulakukan apa saja. Veri, jika kau membaca ini, aku sangat mencintaimu.  Para pembaca Rumah Seks, doakan kami, yah :)
Tamat
 
Comments :
0 komentar to “Veri harapan baruku - 2”
Posting Komentar