Subcribes

Minggu, 31 Januari 2010

Profesor Yang Bingung

Profesor Markie Dandra diam saja ketika Dlothreb Naluanis selesai menceritakan kisah pesawat Bravo 8 yang hampir saja mengalami kecelakaan akibat adanya hujan meteor Xaxava di garis perjalanan mereka, tanpa bisa dideteksi sebelumnya. Teman Naluanis,
Berty Sinaran, yang pertama kali mengetahui hujan meteor itu ketika Bravo 8 baru saja akan memasuki jagad raya 1312.
Walaupun agak terlambat, untung keberadaan hujan meteor Xaxava itu sempat diketahui juga. Bravo 8 akhirnya memang selamat. Namun agar peristiwa itu tak terulang lagi, Naluanis sebagai petugas data Bravo 8 berusaha meminta tolong Profesor Dandra, untuk bisa membantu melacak mengapa hal itu dapat terjadi. Mengapa peralatan di Bravo 8 tidak dapat mendeteksi keberadaan hujan meteor itu sebelum pesawat itu mengikuti alur garis perjalanan pulang dari Planet Exograz kembali ke Landasan Interkoneksi Kebangsaan Indoplanet?
“Profesor, bantulah kami. Apakah itu karena peralatan di Bravo 8 yang tak betul, atau karena ada kesalahan para petugas di gedung pengawas pesawat luar angkasa Kebangsaan Indoplanet yang seharusnya bisa membantu mengirim informasi kepada para awak pesawat Bravo 8?” ujar Naluanis, “Atau justru peralatan di gedung pengawas yang rusak, Prof?”.
Profesor Dandra tetap berdiam diri. Naluanis bingung, tak biasanya sang profesor hanya berdiam diri saja. Biasanya, Profesor Dandra segera tanggap setiap kali Naluanis yang merupakan anak bimbingannya, meminta bantuan. Bahkan untuk hal-hal kecil sekali pun, seperti ketika Naluanis kehilangan tongkat lempar olahraga space ball, yang belakangan ternyata disembunyikan oleh Waka Bedus, sahabat Naluanis sendiri. Saat itu, Profesor Nandra segera mengirim Minilog, kendaraan logistik mini yang berisikan tongkat lempar space ball. Bukan hanya satu, tapi empat setengah tongkat sekaligus untuk satu tim lengkap. Dalam cabang olahraga space ball tiap tim memang diperkuat empat setengah mahluk. Empat manusia dan satu lagi Halfie, sejenis robot pintar yang dapat berpikir dan berukuran setengah manusia sebagai penjaga gawangnya.
Itulah sebabnya, kali ini Naluanis bingung, mengapa Profesor Dandra tidak mau berkata sepatah pun. Padahal kali ini Naluanis menghadapi masalah yang cukup pelik, yang bisa membahayakan keselamatan bukan saja para awak Bravo 8, tetapi sekaligus misi penelitian yang merupakan amanat Dewan Utama Kebangsaan Indoplanet.
Menunggu sekian lama tanpa mendapat jawaban sepatah kata pun, membuat Naluanis segera beranjak dari kursinya. Dia meninggalkan Profesor Dandra tanpa menyentuh sedikit pun tombol penyaluran minuman yang terletak di meja. “Aneh,” Naluanis sedikit menggerutu.
Sejak saat itu, Profesor Dandra terlihat dengan sengaja menjauh setiap kali berpapasan dengan Naluanis atau pun awak Bravo 8 lainnya. Bahkan dengan Komandan Bravo 8, Dirk Hendrik, yang berjumpa dengan Profesor Dandra melalui conference call untuk membahas misi penelitian Planet Exograz, sang profesor juga hanya mengucapkan salam, “Gambra!”, salam khas Warga kebangsaan Indoplanet. Setelah itu, tak ada sepatah kata pun dari Profesor Dandra untuk menanggapi bahasan Komandan Dirk Hendrik. Padahal peserta conference call lainnya sibuk memberikan masukan, kritik, dan komentar, terhadap bahasan sang komandan Bravo 8 tentang misi penelitian Planet Exograz.
Seusai conference call tersebut, Komandan Bravo 8 itu bertemu dengan Naluanis. Mereka lalu berbincang berbagai hal, termasuk keanehan yang dialami Komandan Bravo 8 tersebut saat bertemu dengan Profesor Dandra. Naluanis langsung menanggapinya, dengan menyatakan dia juga merasa aneh dengan perilaku sang profesor akhir-akhir ini. Lalu, dengan persetujuan Komandan Dirk Hendrik, Naluanis pun memutuskan untuk mengamati dan menyelidiki keanehan Profesor Dandra itu.
Naluanis kemudian mencoba menghubungi Inairfa Naskam, anak gadis satu-satunya Profesor Dandra. Ina, demikian panggilan gadis manis itu, merupakan sahabat Naluanis, yang ditemuinya pertama kali di lapangan space ball. Seperti juga Naluanis, Ina sangat senang bermain space ball.
Sebagai cabang olahraga yang paling populer di Kebangsaan Indoplanet, space ball memang bukan sekadar olahraga. Namun telah menjadi bagian dari gaya hidup dan menjadi wadah untuk bersosialisasi antar warga. Di situlah, Naluanis bertemu dengan Ina, dan keduanya segera menjadi akrab.
Keduanya lalu berpacaran? Ah, itu urusan mereka. Namun yang pasti, Naluanis selalu siap membantu Ina, apabila diperlukan. Sebaliknya, Ina pun selalu mendukung kegiatan Naluanis. Apalagi setelah Ina tahu, ayahnya adalah pembimbing Naluanis dalam sejumlah kegiatan ilmiah.
“XXXXX Jangan hubungi anak saya lagi XXXXX,” telepon genggam yang dipegang Naluanis memancarkan sinyal berisi pesan pendek.
Rupanya Profesor Dandra telah melacak sinyal dari telepon genggam yang ditujukan ke telepon genggam Ina. Sebelum Ina menjawabnya, sang profesor telah terlebih dulu membalas dengan pesan pendek.
Naluanis kini menghubungi Profesor Dandra melalui telepon genggamnya. Aneh, sang profesor mendiamkan saja. Ketika Naluanis kembali berupaya menghubungi Ina, panggilannya terputus. Begitu pula ketika Naluanis menghubungi telepon di tempat tinggal keluarga Profesor Dandra, panggilannya juga terputus.
“Ayahku lagi bingung,” hanya itu jawaban pendek Ina setelah lebih dari seratus kali Naluanis mencoba menghubunginya.
“Kenapa? Kenapa Profesor Dandra bingung?” Naluanis bertanya.
Tak ada jawaban lagi. Kini Naluanis yang ikut-ikutan menjadi bingung. “Aneh,” lagi Naluanis menggerutu sambil kebingungan.
Baca Artikel Lainya Di bawah ini :


Widget by dunia malam
Bookmark and Share

Comments :

0 komentar to “Profesor Yang Bingung”

Posting Komentar

Followers

 

Copyright © 2009 by DUNIA MALAM NEWS

Template by News | dunia malam